Senin, 21 November 2011

Buang Segera Uangmu !!


Tentu teman-teman berpikir bahwa saya gila dengan menuliskan judul di atas. Tenang dulu. Jangan segera menjustifikasi gila. Ntar saya gila beneran, lho 
Oke, sebelumnya kita satukan pemahaman dulu bahwa uang yang saya maksud di sini, adalah uang yang sudah kita kenal sehari-hari sebagai alat tukar, satuan hitung, dan juga barang dagangan. Mungkin kita jarang tertarik dengan data dan fakta tentang uang yang banyak manusia banggakan itu. Faktanya adalah, uang tersebut terkena inflasi dari tahun ke tahun. Gampangnya, inflasi dapat dianalogikan seperti ember bocor. Ember itu diisi air penuh, airnya akan selalu berkurang. Merembes ke mana-mana. Seperti itulah nilai uang yang kita pakai, gunakan, dan simpan selama ini. Mengapa uang terkena inflasi? Salah satu penyebabnya adalah bahwa nilai intrinsik uang tidak sama dengan nilai ekstrinsiknya. Karena itulah, uang “dengan mudah” dapat dicetak sesuka hati pembuatnya.

Kalau Pemerintah sedang menggalakkan “Ayo Tabung di Bank”, justru saya malah menyarankan “Jangan Menabung di Bank”! :). Bank tidak mampu menahan “ember bocor”. Inflasi bahan pangan di Indonesia rata-rata naik 12% selama 5 tahun terakhir. Adapun bunga bank, bagi yang setuju dengan keberadaannya, tak lebih dari 7%. Itupun belum dipotong pajak dan lain-lainnya. Jelas, bank tak menolong! Lantas, ke mana dong uang yang kita miliki harus tersalurkan? Ada beberapa alternatif yang bisa kita gunakan untuk “menyimpan” uang kita.
1. Berwirausaha
Inilah sebaik-baik pengelolaan uang. Dari 10 pintu rezeki, 9 di antaranya adalah dari berwirausaha. Misal kita sudah bekerja, dan tidak sempat untuk mengurus wirausaha sendiri, salurkan saja ke orang lain yang membutuhkan modal untuk berwirausaha. Banyak lho. Di dekat rumah. Di dekat kos. Buat pedagang. Buat petani. Buat peternak. Dan posisi lainnya. Tidak harus berupa barang. Wirausaha dalam bentuk jasa pun juga bisa.
Wirausaha akan membuka lapangan pekerjaan baru, memutar harta lebih cepat, dan juga mendistribusikannya lebih merata. Juga akan memberikan keberkahan dan kemandirian. Tidak hanya bagi pribadi dan masyarakat, dalam lingkungan yang lebih luas, akan memandirikan negara juga. Negeri kita yang subur dan kaya raya ini, ternyata sangat bergantung dengan kebutuhan impor. Ada impor beras, garam, teknologi, hingga kapas. Kita sudah terjajah lahir dan batin.
“Wahai Rasulullah, apa pekerjaan yang terbaik ? (maksudnya yang paling halal dan paling berkah)”, Rasulullah menjawab, “Pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan transaksi jual beli yang mabrur”. (HR. Ahmad dan Bazzar).
2. Investasi komoditas
Oke, mungkin ada sebagian di antara kita yang riskan dengan wirausaha. Takut salah mengelola. Yang niatnya untung, malah jadi rugi. Kita bisa mencoba investasi lainnya. Yaitu investasi komoditas. Hati-hati, ini bukan sembarang komoditas. Sepanjang pengetahuan saya, komoditas yang “relatif aman” adalah tanah dan rumah. Kedua komoditas ini nilainya relatif naik terhadap uang kartal. Nilai kenaikannya pun di atas nilai inflasi. Berapa besarnya? Tergantung dari lokasi dan permintaan.
Komoditas lainnya hampir semua turun nilainya. Karena itu, janganlah berhutang untuk memiliki barang selain dua komoditas itu. Nilai barangnya turun, sedangkan kita dipaksa untuk membayar jauh lebih banyak dibandingkan seharusnya. Kalau memang betul-betul perlu, arahkan hutang itu untuk kegiatan produktif. Misalnya hutang motor untuk antar barang dagangan. Hutang blackberry untuk kontak dengan klien terkait pekerjaan yang menghasilkan uang. Selain itu, lebih baik jangan.
3. Simpan emas
Ada pula investasi selain dua poin di atas, yaitu investasi emas. Emas yang dimaksudkan di sini, bukanlah emas perhiasan, melainkan emas batangan. Di Indonesia, salah satu pembuat emas batangan ini adalah ANTAM. Apa bedanya emas batangan dan perhiasan? Jika kita membeli emas perhiasan, biaya yang kita keluarkan adalah emas yang kita beli serta biaya pembuatannya. Adapun jika dijual, kita hanya mendapat harga senilai beratnya, tanpa dihitung biaya pembuatannya. Emas batangan tidak demikian. Kita membeli dan menjual, berpatokan pada berat emasnya saja.
Salah satu keunikan logam emas ini adalah kestabilan nilainya. 1400 tahun lalu, saat Nabi meminta seseorang untuk membeli kambing, harganya 1 dinar. Saat ini. harga kambing juga tetap 1 dinar (setara 1,7 juta rupiah). Emas tahan terhadap inflasi. Pengalaman pribadi ketika membeli emas batangan ini pada tahun 2006-2007, harganya sekitar 180 ribu per gramnya. Adapun pada saat ini, harga emas, mencapai 390-400 ribu pergramnya. Nilai emas yang saya miliki naik sekitar 122% berdasarkan nilai rupiah dari nilainya semula. Dan itu hanya perlu waktu 4-5 tahun. Bunga atau bagi hasil bank tak sanggup menyamainya.
Hal menarik yang lain, ternyata biaya haji berkurang jika digunakan emas sebagai nilai ukurnya. Saat ini, hanya dibutuhkan tak lebih dari 90 gram emas. Padahal tahun 1990-2000an, biaya haji lebih dari 150 gram emas. Investasi mas batangan ini cocok untuk investasi jangka menengah dan jangka panjang. Minimal 1 tahun ke atas. Mengapa demikian? Sama seperti harga komoditas lain, nilai emas kadang naik dan turun. Namun, jika dilihat dalam jangka menengah dan panjang, nilai emas selalu naik terhadap kurs mata uang kartal yang kita pakai.
Bentuk emas batangan ini beratnya beraneka ragam. Ada yang 1 gram, 10 gram, 20 gram, 50 gram, bahkan lebih. Cocok untuk tabungan pendidikan, tabungan haji, pensiun, dan sebagainya.
Demikian beberapa alternatif cara “membuang uang” yang saya ketahui. Kurangi tabungan kita di bank. Sisakan seperlunya saja. Seminimal mungkin! Sekedar untuk kebutuhan sehari-hari. Lainnya, “buang saja”!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar