Untuk pertama kalinya, dalam kongres tahun 1973 IAI menetapkan kode
etik bagi profesi akuntan di Indonesia, yang saat itu diberi nama Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengatur standar mutu
terhadap pelaksanaan pekerjaan akuntan. Standar mutu ini penting untuk
menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan. Setelah
mengalami perubahan, maka tahun 1998 Ikatan Akuntan Indonesia menetapkan
delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI baik di
pusat maupun di daerah.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan
aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan
publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah,
maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab
profesionalnya.
Pengertian Etika menurut :
• Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
• Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
• Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau
norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus
dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok
atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang
berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu
Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam
kehidupan pada umumnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan
standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi,
dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan
tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
• Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat
diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di
bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa
terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh
akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang
mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip
Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan
Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat
anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan
interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika,
tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai
Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan
interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam
masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan
tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini
publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran
Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang
tidak menaatinya.
Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang
ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau
menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi Etika :
• Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
• Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
• Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
• Kebutuhan Individu
• Tidak Ada Pedoman
• Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
• Lingkungan Yang Tidak Etis
• Perilaku Dari Komunitas
Sanksi Pelanggaran Etika :
• Sanksi Sosial adalah Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’.
• Sanksi Hukum adalah Skala besar, merugikan hak pihak lain.
Jenis-jenis Etika :
• Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar .
• Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
Ada tiga prinsip dasar perilaku yang etis :
• Hindari pelanggaran etika yang terlihat remeh. Meskipun tidak besar
sekalipun, suatu ketika akan menyebabkan konsekuensi yang besar pada
profesi.
• Pusatkan perhatian pada reputasi jangka panjang. Disini harus
diingat bahwa reputasi adalah yang paling berharga, bukan sekadar
keuntungan jangka pendek.
• Bersiaplah menghadapi konsekuensi yang kurang baik bila berpegang
pada perilaku etis. Mungkin akuntan akan menghadapi masalah karier jika
berpegang teguh pada etika. Namun sekali lagi, reputasi jauh lebih
penting untuk dipertahankan.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota
mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk
bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi
akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi
adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang
peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja,
pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa
akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk
menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi
mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung
jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam
menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang
anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan
publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam
profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Hal ini
mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi
kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman
yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian
dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota
atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung
jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah
pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk
bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak
atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai
berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi
tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional
yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis
dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang
relevan.
RUU dan KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK
Untuk mengawasi akuntan public, khususnya kode etik, Departemen
Keuangan (DepKeu) mempunyai aturan sendiri yaitu Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No.17 Tahun 2008 yang mewajibkan akuntan dalam
melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP (Standar Profesi
Akuntan Publik) dan kode etik. SPAP dan kode etik diterapkan oleh
asosiasi profesi berdasarkan standar Internasional. Misalkan dalam
auditing, SPAP berstandar kepada International Auditing Standart.
Laporan keuangan mempunyai fungsi yang sangat vital, sehingga harus
disajikan dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu, Departemen Keuangan
menyusun rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik dan RUU Laporan
Keuangan. RUU tentang Akuntan Publik didasari pertimbangan untuk
profesionalisme dan integritas profesi akuntan publik. RUU Akuntan
Publik terdiri atas 16 Bab dan 60 Pasal , dengan pokok-pokok mencakup
lingkungan jasa akuntan publik, perijinan akuntan publik, sanksi
administratif, dan ketentuan pidana. Sedangkan kode etik yang disusun
oleh SPAP adalah kode etik International Federations of Accountants
(IFAC) yang diterjemahkan, jadi kode etik ini bukan merupakan hal yang
baru kemudian disesuaikan dengan IFAC, tetapi mengadopsi dari sumber
IFAC. Jadi tidak ada perbedaaan yang signifikan antara kode etik SAP dan
IFAC.
Adopsi etika oleh Dewan SPAP tentu sejalan dengan misi para akuntan
Indonesia untuk tidak jago kandang. Apalagi misi Federasi Akuntan
Internasional seperti yang disebut konstitusi adalah melakukan
pengembangan perbaikan secara global profesi akuntan dengan standar
harmonis sehingga memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi secara
konsisten untuk kepentingan publik. Seorang anggota IFAC dan KAP tidak
boleh menetapkan standar yang kurang tepat dibandingkan dengan aturan
dalam kode etik ini. Akuntan profesional harus memahami perbedaaan
aturan dan pedoman beberapa daerah juridiksi, kecuali dilarang oleh
hukum atau perundang-undangan.
APLIKASI KODE ETIK
Meski sampai saat ini belum ada akuntan yang diberikan sangsi berupa
pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan akibat melanggar kode
etik dan standar profesi akuntan, tidak berarti seorang akuntan dapat
bekerja sekehendaknya. Setiap orang yang memegang gelar akuntan, wajib
menaati kode etik dan standar akuntan, utamanya para akuntan publik yang
sering bersentuhan dengan masyarakat dan kebijakan pemerintah. Etika
yang dijalankan dengan benar menjadikan sebuah profesi menjadi terarah
dan jauh dari skandal.
Menurut Kataka Puradireja (2008), kekuatan dalam kode etik profesi
itu terletak pada para pelakunya, yaitu di dalam hati nuraninya. Jika
para akuntan itu mempunyai integritas tinggi, dengan sendirinya dia akan
menjalankan prinsip kode etik dan standar akuntan. Dalam kode etik dan
standar akuntan dalam memenuhi standar profesionalnya yang meliputi
prinsip profesi akuntan, aturan profesi akuntan dan interprestasi aturan
etika akuntan. Dan kode etik dirumuskan oleh badan yang khusus dibentuk
untuk tujuan tersebut oleh Dewan Pengurus Nasional (DPN). Hal yang
membedakan suatu profesi akuntansi adalah penerimaan tanggungjawab dalam
bertindak untuk kepentingan publik. Oleh karena itu tanggungjawab
akuntan profesional bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien
atau pemberi kerja, tetapi bertindak untuk kepentingan publik yang harus
menaati dan menerapkan aturan etika dari kode etik. Akuntan tidak
independen apabila selama periode Audit dan periode Penugasan
Profesioanalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun orang
dalam KAP memberikan jasa-jasa non-audit kepada klien, seperti pembukaan
atau jasa lain yang berhubungan dengan jasa akuntansi klien, desain
sistem informasi keuangan, aktuaria dan audit internal. Konsultasi
kepada kliennya dibidang itu menimbulkan benturan kepentingan.
Oleh karena itu Akuntan Profesional diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip fundamental sebagai berikut:
1. Integritas, Akuntan Profesional harus bersikap jujur dalam semua hubungan professional dan bisnis.
2. Objektivitas, Akuntan Profesional tidak boleh membiarkan hal-hal
yang biasa terjadi, tidak boleh membiarkan terjadinya benturan
kepentingan, atau tidak boleh mempengaruhi kepentingan pihak lain secara
tidak pantas yang dapat mengesampingkan pertimbangan professional atau
pertimbangan bisnis.
3. Kompetensi dan sikap kehati-hatian professional, Akuntan
Profesional memiliki kewajiban yang berkesinambungan untuk memelihara
pengetahuan dan keahlian pada suatu tingkat dimana klien atau pemberi
kerja menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan pada
pelatihan, perundang-undangan, dan teknik terkini.
4. Kerahasiaan, Akuntan Profesional harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperoleh sebagai hasil hubungan profesional dan hubungan
bisnis dan tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak
ketiga tanpa ada izin yang tepat dan spesifik kecuali terdapat hak dan
professional untuk mengungkapkan.
5. Profesional, Akuntan Profesional harus mematuhi hukum dan
perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari semua tindakan
yang dapat mendeskreditkan profesi.
Laporan Keuangan yang accountable dan auditable sangatlah penting,
baik perusahaan itu sendiri maupun bagi para pelaku bisnis lainnya.
Disini peran akuntan publik sangatlah penting. Akuntan publik sebagai
suatu profesi yang mengemban kepercayaan publik harus bekerja dalam
kerangka peraturan perundang-undangan, kode etik dan standar profesi
yang jelas.
Berbagai pelanggaran etika telah banyak terjadi saat ini dan
dilakukan oleh akuntan, misalnya berupa perekayasaan akuntansi untuk
menunjukkan kinerja perusahaan agar terlihat lebih baik, ini merupakan
pelanggaran akuntan terhadap kode etik profesinya yang telah melanggar
kode etik akuntan karena akuntan telah memiliki seperangkat kode etik
tersendiri yang disebut sebagai aturan tingkah laku moral bagi para
akuntan dalam masyarakat.
Ancaman terhadap kepatuhan praktisi pada prinsip dasar etika profesi
dapat terjadi dalam situasi tertentu ketika Praktisi pelaksanaan
pekerjaannya. Karena beragam situasi, maka pencegahan yang tepat dalam
kode etik ini adalah mengharuskan praktisi untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menangani setiap ancaman terhadap kepatuhan pada
prinsip dasar etika profesi dengan tujuan untuk melindungi kepentingan
publik, serta tidak hanya mematuhi seperangkat peraturan khusus yang
dapat bersifat subjektif.
Demikianlah bahwa salah satu hal yang membedakan profesi akuntan
publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan
publik untuk melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung
jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien
atau pemberi kerja. Ketika berperan untuk kepentingan publik, setiap
Praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan
etika profesi yang diatur dalam kode etik. Kode etik yang dijalankan
dengan benar menjadi sebuah profesi menjadi terarah dan jauh dari
skandal.
BAB 1 PENDAHULUAN DAN ETIKA SEBAGAI TINJAUAN
1. Pengertian Etika
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik
dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.Dan
etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan
etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi
kepada masyarakat yang memerlukan.
Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta
etha), berarti adat istiadat Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang
baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakatEtika
berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yg
baik dan segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke
orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yg lain.Di dalam
akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap
anggotanya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai
panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai
akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi
pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan
tanggung-jawab profesionalnya.
2. Prinsip Etika Profesi Akuntan
Prinsip Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan
kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informas iyang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada
hak atau kewajiban profesional atau hokum untuk mengungkapkannya
Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi
Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
3. Basis Teori Etika
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap
anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota
mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran
tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa
profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk
bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi
akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi
adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang
peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja,
pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa
akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi
tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai
tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk
menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi
mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Untuk memelihara
dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya
pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam
menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap
jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima
jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh
keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam
profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh
manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan
tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota
seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman
yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian
dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota
atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung
jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah
pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk
bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak
atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan
mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai
berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi
tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional
yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah
hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi.Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf,
pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota
adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
BAB II PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
- Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
a. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu
mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun
dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis
sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan
menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang
dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun
keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya
juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika
bisnis yang “etis”.
b. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility) Pelaku
bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbanga, melainkan
lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi
pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup
keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku
bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung
jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
c. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing
oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi. Bukan berarti etika
bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi
golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya transformasi informasi dan teknologi.
d. Menciptakan persaingan yang sehat. Persaingan dalam dunia bisnis
perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat
jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar da golongan menengah
kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu
memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu
dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang
dalam dunia bisnis tersebut.
e. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan” Dunia bisnis
seharusnya tidak memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak mengekspoitasi
lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa
mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa dating walaupun saat
sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
f. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi
dan Komisi) Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti
ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan
korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia
bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan Negara.
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar. Artinya, kalau pelaku
bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)
karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece”
dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah.
Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan
“komisi” kepada pihak yang terkait.
h. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat
dan golongan pengusaha kebawah. Untuk menciptakan kondisi bisnis yang
“kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha
kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu
berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan yang
kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
i. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama. Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan
dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mampu konsekuen dan
konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis
telah disepakati, sementara ada “oknum” baik pengusaha sendiri maupun
pihak yang lain mencoba untuk melakukan kecurangan demi kepentingan
pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan gugur satu demi satu.
j. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang
telah disepakati. Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas
semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
k. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu
hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Hal ini untuk
menjamin kepastian hokum dari etika bisnis tersebut proteksi terhadap
pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan
beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua
pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka
bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta
kesadaran semua pihan untuk menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
- Kesaling-Tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Alam telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang
harmonis dan kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat
kita berpijak, masih setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan
secara tim dengan planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah
berjalan sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa
sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan
yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesalingtergantungan bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan,
egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya
memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong
jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding yang lain,
entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi.
Wajah Indonesia yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu
membuncahnya subordinasi relasi manusia atas manusia lain. Negara telah
dikuasai oleh jenis manusia yang memiliki mentalitas pedagang. Pucuk
kekuasaan telah disulap menjadi lahan bisnis, dimana dalam dunia bisnis
maka yang dikenal adalah tuan dan budak, majikan dan buruh. Dalam hal
ini, yang tercipta adalah iklim ketergantungan, bukan
kesalingtergantungan.
Di negara lain, kelas proletar yang dahulu diperjuangkan, toh setelah
meraih kekuasaan, pada gilirannya ia menjelma menjadi kelas yang
istimewa, yang rigid terhadap kritik. Hukum diselewengkan, dan bui
menjadi jawaban praktis bagi para oposan. Proletar melakukan kesalahan
yang sama dengan borjuis yang dilawannya habis-habisan.
Jika borjuis menggunakan sentimen agama untuk mengelabui rakyat
jelata, maka proletar menganggap agama sebagai candu rakyat. Yang satu
mengatasnamakan agama, yang lainnya mengatasnamakan rakyat miskin. Namun
keduanya memiliki tujuan yang sama: kekuasaan.
Kekuasaan negara,
dan juga agama telah menjadi petualangan bisnis, dimana siapa saja yang
berkuasa maka kekayaan hendak menumpuk dalam istananya dengan benteng
menjulang, sementara secuil saja kekayaan yang dinikmati mereka yang
bekerja keras. Di abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari
Belanda, Inggris, Spanyol dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri
ini muasalnya bertujuan untuk berdagang dengan penduduk setempat. Mereka
melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk lokal dan beberapa elit
penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai partnerbisnis,
lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun berubah
menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga
ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan
ketergantungan penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang
belakangan lebih menarik dan lebih menantang.
Perbudakan adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai
manusia. Setiap manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan
semacam itu kiranya tidak lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah
sedikit supaya lebih beradab. Perbudakan dewasa ini lebih modern,
kendati tetap ditempuh dengan cara-cara yang zalim.
Apalagi di Indonesia yang masyarakatnya kebanyakan beragama bukan
karena kesadaran melainkan telah ditentukan orangtua sejak lahir, maka
agama lagi-lagi merupakan alat yang nyaris selalu laris untuk memuluskan
tujuan-tujuan tersebut. Lembaga keagamaan dan negara berkonspirasi
untuk memperbudak jiwa manusia.
Di negeri ini, berapa banyak fatwa mufti negara, undang-undang dan
peraturan daerah bernuansa agama yang tidak masuk akal yang menghendaki
rakyat senantiasa bergantung kepada mereka? Keadaan demikian menciptakan
kericuhan di dalam masyarakat akibat hiperregulasi, karena tingkat
kepatuhan masyarakat menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal.
Kepergian para investor karena merasa tidak aman memperparah
perekonomian Indonesia.
Dalam keadaan collapse akhirnya kita
memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar. Kucuran dana
negara asing kepada kita bukanlah sesuatu yang gratis. No free lunch.
Dana punia dan pinjaman mereka seraya mendesakkan kepentingan dan agenda
mereka, tidak bisa dipungkiri. Barangkali Paman Sam dengan
kapitalismenya, maka Arab Saudi yang setia dengan garis iman Wahhabi
tentunya akan mendesakkan agenda mereka kepada Indonesia.
Pemikiran-pemikiran sekuler Barat yang telah merasuki dunia Islam
misalnya, dengan ideologi kapitalisme yang mengurung sendi-sendi
perekonomian umat Islam telah menjadikan dunia Islam menjadi terpuruk
dengan ketergantungan yang tinggi terhadap Barat. Sebagai jalan keluar,
sebagian orang sering mengalami eskapisme untuk memasuki dunia “pasti”
yang menentramkan hati. Jalan yang diambil adalah dengan penyerahan diri
kepada sebuah “otoritas transedental” (baca: otoritas mufti negara)
yang menjanjikan kesenangan eskatologis.
Sebagian yang lain meresponnya dengan melakukan tindakan-tindakan
anarkis dan vigilantisme. Seperti pernah dituturkan Amrozi dalam Koran
Tempo tahun 2003, peledakan bom Bali adalah untuk menjaga kehidupan
beragama
Pola relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa
kita harus memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan
cita-cita negara kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
kepada mereka. Bangsa kita harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak
agenda mereka yang bisa merusak kemerdekaan yang telah susah payah
diraih. Hubungan luar negeri kita harus berubah dari ketergantungan,
menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa yang sejajar dan
sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun saat ini
penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas.
Setiap orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu.
Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb
sejatinya bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja,
melainkan seluruh orang yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap
orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya sendiri tanpa semangat
gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama, kolaborasi dengan orang
lain.
3. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin meluas di masyarakat yang
sebelumnya hanya di tingkat pusat dan sekarang meluas 4 sampai ke
daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni Gus Dur, korupsi
yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya dikorupsi
adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit birokrasi.
Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah terjadi
krisis moral dengan menghalalkan segala mecam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan
kelompok untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua
adalah pemahaman, implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral
bagi para pelaku bisnis dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis, terutama bisnis berbasis syariah,
pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi syariah selama ini masih
cenderung pada sisi “emosional” saja dan terkadang mengkesampingkan
konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari ekonomi syariah
cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi syariah.
Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak “mengenal” sistem
syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai implementasi etika
bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha memang sudah ada
yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena pemahaman
dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda
selama ini, maka implementasinyapun berbeda pula, Keberadaan etika dan
moral pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada
kualitas sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.Walaupun seseorang
atau sekelompok orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan
moral mereka, tetapi sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap
pengaruh kualitas sistem kemasyarakatan, kualitas etika dan moral
seseorang atau sekelompok orang sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir
(2004) berpendapat bahwa pembicaraan mengenai etika dan moral bisnis
sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi Indonesia. Jangankan masalah
etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih belum banyak mendapat
perhatian.
Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini untuk menyimpulkan
bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum. Akibatnya, para
pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas wilayah
etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah
sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum
adalah wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan
pengadilan. Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami
masalah etika dan moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah
etika dan moral dengan wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan
orang Indonesia 5 tidak bisa membedakan antara perbuatan yang
semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah etik dan moral, dengan
perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum. Sebagai misal,
sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih didekati
dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian
halnya dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan
pelanggaran hak asasi manusia.
4. Perkembangan Dalam Etika Bisnis
• Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, plato, aristoteles, dan filsuf – filsuf
Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia
bersama dalam Negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan
kegiatan niaga harus diatur.
• Masa Peralihan Tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat
(AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap
establishment (kemapanan). Hal ini member perhatian pada dunia
pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah
baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling
sering dibahas adalah corporate social responsibility.
• Etika Bisnis Lahir di AS Tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah – masalah
etis sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan
tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunis bisnis di AS.
• Etika Bisnis Meluas ke Eropa Tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang
kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademis
dari Universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business
Ethics Network (EBEN)
• Etika Bisnis Menjadi Fenomena Global Tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia barat. Etika bisnis sudah dikembangkan
di seluruh dunia. Telag didirikan Intenational Society for Business,
Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28Juli 1996 di Tokyo.
5. Etika Bisnis dan Akuntan
Amerika Serikat yang selama ini dianggap sebagai Negara super power
dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus
menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan
kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good Corporate
Governance di Amerika Serikat.
Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO
yang diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan
penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global
Crossing termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi di
Amerika Serikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi
penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal
bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat.
Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di
Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi
pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan,
padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan
keuangan dengan menerapkan standar akunting secara keliru sehingga
pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun. Dan
masih banyak lagi.
Sumber :
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/pengertian-etika-profesi.
http://images.mobiludara.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SjB2mAoKCsAAAFYMkZY1/BAB%201%20AKUNTANSI.pdf?nmid=254082055